Arak dan daging keledai (Hadits no 27-28)

٢٧. عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: (ﺳُﺌِلَ
رَسُوْلُ اللّٰهِ ص عَنِ الْخَمْرِ: تُتَّخَذُ خَلًّا؟ قَالَ (لَا) اَخْرَجَهُ
مُسْلِمٌ وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَسَنٌ صَحِيْحٌ.
27.
Dari Anas bin Malik. Ia berkata: Pernah ditanya Rasulullah SAW tentang arak dijadikan
cuka. Sabdanya: “Tidak (boleh)”. Dikeluarkan-dia (Hadits itu) oleh Muslim dan
Tirmidzi, dan ia berkata: hasan/shahih.
Haditsnya:
Shah.
Maksudnya:
Arak tidak boleh dijadikan cuka.
Hukumnya:
Haram.
Keterangan:
- Biasanya
ulama salah satu madzhab berfatwa dan kita pun telah terturut bahwa arak itu
apabila dijadikan cuka, halal-lah ia. Hadits ini tidak menghalalkan.
- Ada orang
faham, bahwa jika tidak dijadikan cuka tetapi ia jadi sendiri, halal-lah.
- Ada banyak
cara orang membuat cuka dari bahan yang lain daripada arak.

٢٨. وَعَنْهُ قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ خَيْبَرَ، اَمَرَ
رَسُوْلُ اللّٰهِ ص اَبَا طَلْحَةَ،
فَنَادَى (اِنَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهُ
يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُوْمِ الْحُمُرِ الْاَهْلِيَّةِ، فَاِنَّهَا رِجْسٌ)
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
28.
Dan daripadanya. Ia berkata: Tatkala di hari (peperangan) Khaibar, Rasulullah
SAW perintah Aba’ Thalhah, lalu ia berseru: Sesungguhnya Allah dan Rasul-NYA
melarang kamu (makan) daging keledai-keledai negeri, karena ia kotor. Muttafaq
‘alaih (Hadits disepakati atasnya oleh Bukhari dan Muslim).
Haditsnya:
Shah.
Maksudnya:
-Melarang
makan daging keledai negeri rampasan perang sebelum dibagi.
-Keledai
negeri itu najis.
Hukumnya:
-Hukum
sebenarnya: 1. Haram 2. Tidak najis.
Keterangan:
- Ayat-ayat Al
Quran telah menegaskan dan menjelaskan, bahwa makanan yang haram itu, tidak
lain daripada empat; bangkai, darah, babi, dan sesuatu yang disembelih bukan
karena ALLAH SWT.
- Larangan di
hadits ini, kalau dikatakan haram, niscaya berlawanan dengan Al Quran. Tidak
bisa jadi Rasulullah SAW melawan ALLAH SWT. Dari itu dikatakan Hadits ini tidak
shahih, karena syarat Hadits shahih adalah tidak berlawanan dengan Hadits yang
lebih shahih, terutama berlawanan dengan Al Quran. Cara begini dinamakan
thariqatut-tarjih; cara mengambil mana yang lebih berat, yakni lebih kuat, dan
membuang yang lainnya.
- Larangan di
Hadits itu jika dikatakan makruh, maka tidak ada perlawanan antara Al Quran dan
Hadits, karena Al Quran mengharamkan dan Hadits memakruhkan. Cara yang begini
dinamakan thariqatul-jam’i; cara mengumpul, yakni dua-dua keterangan dipakai.
Demikianlah terjemah Hadits no 27-28 dari Kitab Bulughul Maram, Kitab Thaharah, Bab Menghilangkan Najis dan Keterangannya.
Semoga bermanfaat.
Wassalam.